Sentimen anti-Malaysia di Indonesia kembali muncul di awal abad ke-21, terutama sebagai reaksi atas perlakuan-perlakuan yang diterima Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, baik pada tingkat awam mahupun pada tingkat pentadbiran.[1] Lebih jauh, keputusan Mahkamah Antarabangsa yang memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada tanggal 17 Disember 2002 telah menimbulkan kekecewaan di pihak Indonesia,[2] bahkan hingga tingkat parlimen. Rasa ketidaksukaan ini kemudian meningkat pesat setelah terjadi rentetan peristiwa yang dipandang Indonesia sebagai tindakan angkuh sepihak oleh Malaysia, berupa kes perselisihan di blok Ambalat yang memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Tentera Nasional Indonesia (TNI) untuk "menjaga kedaulatan wilayah Indonesia" (2005),[2] penggunaan lagu "Rasa Sayang" pada kempen promosi pelancongan Malaysia, dan dakwaan Tarian Barongan (disebut "Reog" di Indonesia) sebagai kesenian asli Malaysia (2008).
Pada kes Ambalat, situasi yang agak serius terjadi kerana pada tanggal 7 Mac 2005 ditindaklanjuti oleh TNI dengan pengiriman lapan kapal tempur yang didukung oleh empat pesawat tempur jet F-16 oleh Armada Wilayah Timur di Balikpapan. Pada kejadian yang lain, usaha-usaha klarifikasi dilakukan melalui komunikasi politik di antara pejabat kedua negara. Pada kes "Rasa Sayang", protes muncul dari kalangan masyarakat Maluku (sebagai kelompok etnis yang mendakwanya) dan anggota parlimen (DPR).
Latar belakang
Semenjak gelombang besar pekerja Indonesia yang datang ke Malaysia pada tahun 1980-an, yang pada tahun 2007 telah mencapai 90% dari seluruh pekerja asing di negara tersebut, [3] timbul pandangan di kalangan generasi baru Malaysia yang merendahkan orang Indonesia.[4] Salah satu penyebabnya adalah berbagai berita di media Malaysia yang secara terbuka menyebutkan orang Indonesia atau "Indon" sebagai pelaku berbagai tindakan jenayah. Akibatnya, tumbuh tanggapan negatif atas penggunaan kata tersebut, yang dianggap sebagai penghinaan.[4]
Ekspresi ketidaksukaan di Indonesia
Perasaan tidak senang itu dinyatakan dalam berbagai cara. Demonstrasi terjadi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, khususnya setelah kes Ambalat terjadi. Akibat protes dari Indonesia mengenai lagu Rasa Sayang ditanggapi secara dingin, muncul berbagai tulisan kasar di berbagai forum Internet. Beberapa blog juga menuliskan kekecewaannya. Bahkan, iklan suatu ubat tradisional menyinggung masalah ini. Malaysia dikhabarkan sebagai "pencuri" kebudayaan Indonesia. Dari sini kemudian muncul jargon sindiran "Malingsia" untuk menegaskan bahwa orang Malaysia hanya tahu mencuri (maling) karya seni orang lain (Indonesia). Istilah "Malon" (dengan konotasi negatif) juga dicipta sebagai sejawat istilah 'Indon' yang dipakai di Malaysia. Kenyataan bahwa banyak terjadi kesamaan warisan budaya (seperti keris, berbagai jenis makanan, dan beberapa lagu daerah) dianggap sebagai "pencurian" yang dilakukan pihak Malaysia. Hal ini diparahkan lagi dengan konsep Ketuanan Melayu yang diterapkan di Malaysia, yang memberi batasan "Melayu" adalah semua suku bangsa dengan ciri fizik dan agama yang sama dengan orang Melayu asli Malaysia, termasuk juga apabila sebenarnya seseorang berasal dari suku bangsa Jawa, Madura, Aceh, atau Minangkabau.
0 komentar:
Posting Komentar